RSS

Multiple Intelligences, Bloom Taxonomy and Environment

IQ, one of Intelligences that usual we hear is determined how smart a people in our society. Actually it’s just a test that measure the ability someone just in one side. There are many ways to know our ability. These theorems are about Multiple Intelligences. Body-Kinesthetic Intelligence, Logic Intelligence, Verbal Intelligence, Interpersonal Intelligence, Intrapersonal intelligence, Natural Intelligences, Visual Intelligence. And as the next generation of teacher, we must also know the Bloom Taxonomy.
Multiple Intelligences have strong correlation with Bloom Taxonomy. As teachers if we know this knowledge, it is will be more help us to handle class and control understanding of students. For example if our student has kinesthetic intelligences, so must include the activity that need movement. But we must to control that the understanding students. Here, we could use Bloom Taxonomy. We can control for the understanding, analysing, creating and evaluating by our activity.
From this session I got a reflection, as the next generation of teacher. Especially in SSE, we use ICT (Modern Technologies) like computer, projector and all of digital electronic tools. But, based on Bloom Taxonomy, we must think that in Indonesian we have so many cultur such traditional songs, games and traditional technology. And if we will teach in Indonesia, “don’t forget with ours”. Its not only about cultur but something in our environment. For example we have global warming problem, to prevent earth we must aware in around. Such use rubbish, reuse for our learning. So, we not hinge the modern Techonology, Games of Technology, Modern Songs. Use what we have and conserve its.

Imam Choirul Rifa'i
2010110023
Section A

Memandang dan Pandangan Saya


Lahirnya seorang anak manusia di dunia ini merupakan sebuah sebuah fenomena yang menghasilkan banyak persoalan bagi dirinya. Lahirnya anak manusia ini secara tidak langsung juga memunculkan sebuah pandangan bagi manusia lain yang sangat erat mempengaruhi anak ini. Begitu juga dengan lahirnya saya di dunia, memunculkan juga berbagai pendapat, tanggapan serta pandangan terhadap diri saya. Hal ini yang terkadang yang menjadi persoalan pelik dan tak ada ujungnya. Diri ini dipandang sebagai  keturunan jawa karena lahir di lingkungan suku jawa, menggunakan bahasa ibu bahasa Jawa serta karena saya berbicara dengan medog. Akan tetapi pandangan terhadap tersebut bisa berubah. Seandainya saya adalah keturunan Cina yang lahir di lingkungan Jawa dan berbahasa Jawa tapi tidak medog, mungkin banayak orang yang mengira saya adalah keturunan Cina dan bukan orang Jawa.
Identitas bukanlah sesuatu yang benar-benar pasti. Akan tetapi, identitas merupakan hal yang sangat fleksibel. Contoh lainya ini terjadi ketika saya berada pada lingkungan orang-orang beragama hindu entah itu keturunan Cina, Jawa, Ambon, Papua dan suku-suku lainnya, saya dipandang sebagai orang Islam karena agama yang dianut. Ke-jawaan yang sudah melekat itu tadi juga bisa hilang karena begitu kuatnya lingkungan tersebut melihat suatu agama menjadi pembeda antar manusia.
Saya mengartikan diri saya adalah seorang manusia yang tidak jelas siapa saya. Terkadang menjadi pribadi yang dikatakan orang Jawa jika berada di lingkungan orang Sunda, bisa dikatakan orang Indonesia jika berada ditengah-tengah forum international, dan saya dikatakan orang melayu karena berada ditengah-tengah orang Eropa.
Adanya ketidak jelasan identitas ini tentu membuat kebingungan jika kita bergaul dengan orang lain. Ketika harus berkumpul dengan teman-teman yang berasal dari sunda, banyak teman yang mengatakan saya adalah orang Jawa, namun begitu banyak pula pertanyaan dari mereka tentang Jawa yang tidak saya ketahui. Banyak pula yang mengatakan orang Blora karena saya lahir di Blora, namun saya tidak tahu siapa Samin Surosentiko, siapa Pramudya Ananta Toer, bagaimana lahirnya nama kota Blora bahkan makanan khas Blora pun juga tidak tahu.
Fleksibelnya identitas kita ini ternyata hasil pengaruh dari minoritas dan mayoritas kita saat itu kita berada. Hal ini maksutnya ketika kita sebagai minoritas dalam kelompok, pandangan-pandangan tersebut bisa muncul. Dan ketika saya berada dilingkungan para keraton kasunanan kadipaten atau keraton saya bisa saja dikatakan bukan orang Jawa. Disinilah muncul yang namanya minoritas. Kadang dengan minoritas itu karena kita berada ditempat yang berbeda kita juga memiliki identitas yang berbeda pula. Hal ini dapat simpulkan bahwa kita sebagai seorang anak manusia mempunyai keunikan dan ciri khas tersendiri. Ciri yang melekat pada diri kita tak perlu dihilangkan agar kita bisa benar-benar dikatakan A atau B karena itu merupakan keunikan yang melekat pada diri masing-masing dari kita. Tapi keunikan itu adalah sebuah anugerah yang patut kita syukuri dan kita pertahankan. Dengan keunikan itu kita bisa hidup dan bersosialisasi.